Hari Buru dalam Persepektif Pesantren

02/05/2025 | 9 kali
Hari+Nasional

wwww.darussalam.tasik-- Hari Buruh dalam Perspektif Pesantren: Antara Keadilan Sosial dan Etika Kerja Islami

Hari Buruh Internasional, yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, bukan hanya sekadar momentum perjuangan kelas pekerja, tetapi juga menjadi ajang refleksi terhadap nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan tanggung jawab sosial. Dalam konteks pesantren, Hari Buruh dapat dimaknai melalui lensa ajaran Islam yang menjunjung tinggi kerja keras, keadilan dalam hubungan kerja, dan perlindungan terhadap hak-hak buruh.
Islam memandang kerja sebagai bagian dari ibadah dan pengabdian kepada Allah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

> *“Sebaik-baik makan adalah hasil dari kerja tangan sendiri. Dan Nabi Dawud 'alaihissalam makan dari hasil kerja tangannya sendiri.”*  
> (HR. al-Bukhari, no. 2072)

Hadits ini sering dijadikan rujukan di kalangan pesantren untuk mengajarkan pentingnya kemandirian dan etos kerja. Kerja bukan sekadar urusan duniawi, tapi juga memiliki nilai ukhrawi jika diniatkan dengan benar.
Di pesantren, santri terbiasa menjalani hidup sederhana, mandiri, dan bekerja sebagai bagian dari pendidikan karakter. Para kiai mendidik bahwa kerja harus dilandasi kejujuran, tanggung jawab, dan ketulusan. Dan itu merupakan nilai yang sangat penting dalam dunia ketenagakerjaan.

Pesantren juga mengajarkan pentingnya keadilan dalam hubungan sosial. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:

> *“Dan janganlah kamu kurangi hak orang lain dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.”*  
> (QS. Asy-Syu'ara: 183)

Ayat ini sering dimaknai oleh para ulama pesantren sebagai dasar keharusan untuk menjaga hak-hak buruh, termasuk dalam hal upah layak, waktu kerja manusiawi, dan kondisi kerja yang adil. 

*Pesantren dan Pendidikan Etos Kerja*
Di lingkungan pesantren, santri dididik untuk hidup mandiri, bekerja keras, dan menjunjung nilai-nilai keikhlasan. Sistem *ngalap berkah* atau pengabdian santri kepada kiai juga dapat dilihat sebagai bentuk pendidikan kerja yang berorientasi pada adab, bukan semata profit.
KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab _Adabul ‘Alim wal Muta’allim_ juga menekankan pentingnya kerja keras sebagai bagian dari kedisiplinan seorang Muslim. Dalam semangat ini, Hari Buruh bisa dimaknai bukan hanya sebagai perjuangan ekonomi, tetapi juga perjuangan moral dan spiritual dalam dunia kerja.

*Kesimpulan*
Hari Buruh, dalam kacamata pesantren, bukanlah agenda asing. Ia selaras dengan ajaran Islam yang membela keadilan, melindungi hak pekerja, dan mendorong etos kerja yang berlandaskan kejujuran dan tanggung jawab. Pesantren, dengan nilai-nilai keislaman yang dijunjungnya, dapat menjadi suara moral dalam memperjuangkan dunia kerja yang manusiawi dan berkeadilan.


*Referensi:*
1. HR. Ibnu Majah, no. 2443.
2. HR. al-Bukhari, no. 2072.
3. Al-Qur’an, QS. Asy-Syu’ara: 183.
4. KH. Hasyim Asy’ari, *Adabul ‘Alim wal Muta’allim*.
5. Greg Barton, *Biografi Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid*, Equinox Publishing, 2002.
6. Interview dan pandangan para kiai tentang buruh di situs NU Online.


Share:
Berita & Artikel Lainnya
toto slot