Pesantren Siwalanpanji: Tempat Mondok Para Ulama Nusantara dan Wasilah Lahirnya Tokoh Nasional
Di tengah berbagai isu dan sorotan terhadap dunia pesantren belakangan ini, penting diingat bahwa pesantren sejatinya tetap menjadi benteng moral, keilmuan, dan kebangsaan yang telah terbukti mengakar dalam sejarah Indonesia.
Sejak masa penjajahan, jauh sebelum Indonesia merdeka hingga saat ini, pesantren telah menjadi bagian penting dalam perjalanan bangsa Indonesia. Dari lingkungan sederhana yang menjunjung tinggi nilai keikhlasan dan pengabdian, pesantren melahirkan generasi tangguh, berilmu, dan cinta tanah air. Di tempat inilah para santri mempelajari banyak hal — tidak hanya ilmu agama, tetapi juga semangat perjuangan demi kemaslahatan umat dan kemerdekaan bangsa. Nilai-nilai yang tumbuh di pesantren, seperti keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah Islamiyah, dan kebebasan, menjadi fondasi kuat lahirnya tokoh-tokoh besar Indonesia.
Salah satu bukti nyata peran pesantren bagi negeri ini tampak dari banyaknya tokoh yang pernah menimba ilmu di Pesantren Siwalan Panji Al-Hamdaniyyah, antara lain Syaikh KH. Cholil Bangkalan (Ulama Madura), KH. Abdul Karim (Mbah Manab, Lirboyo, Pendiri Pondok Pesantren Lirboyo), KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri NU), KH. Ridwan Abdullah (Pembuat Logo NU), KH. Mas Alwi Abdul Aziz (Pencetus nama NU), KH. R. As’ad Syamsul Arifin (Pengasuh Pondok Salafiyah Sukorejo), KH. Ahmad Sahal (Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor), KH. Mohammad Sa’id (Pendiri PPAI Ketapang-Kepanjen), KH. Mahrus Ali (Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo), KH. Muhammad Dahlan (Pemrakarsa MTQ dan PTIQ), KH. Abdul Wahid Hasyim (Menteri Agama RI), KH. Anwar Nur (Pendiri Pondok Pesantren An-Nur, Probolinggo), dan Abuya KH. Muhammad Dimyathi (Cadasari Banten).
Sementara itu, banyak tokoh nasional yang lahir dari dunia pesantren dan berperan aktif di berbagai bidang, mulai dari keagamaan, sosial, hingga pemerintahan. Di antaranya ialah Dr. KH. Idham Chalid, Dr. H. Muhammad Hidayat Nur Wahid, Lc., M.A., KH. Hasyim Muzadi, Prof. K.H. M. Sirajuddin Syamsuddin, M.A., Ph.D., Muhammad Maftuh Basyuni, S.H., Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin, dan yang lainnya. Mereka adalah tokoh-tokoh yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren, terkhusus Pondok Modern Darussalam Gontor, salah satu pesantren bersejarah yang kini berusia satu abad dan terus memberikan kontribusi besar bagi pendidikan serta pembangunan bangsa.
Pesantren Al-Hamdaniyyah Siwalan Panji, yang berdiri sejak tahun 1787 M, juga memiliki cabang bernama Pesantren Al-Khoziny yang kini diasuh oleh generasi ketiga keturunan pendirinya. Pendiri Al-Hamdaniyyah, KH. Hamdani, merupakan keturunan dari Mbah Sholeh Semendi Winongan Pasuruan yang nasabnya bersambung hingga Maulana Hasanuddin dan Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati). Hal ini menunjukkan bahwa Pesantren Al-Hamdaniyyah tidak hanya memiliki sanad keilmuan yang kuat, tetapi juga Nasab Dzuriyat yang tersambung dengan para wali penyebar Islam di Nusantara, berarti Nasab Al-Hamdaniyyah dan Gontor nyambung ke Sunan Gunung Djati. Keterkaitan ini sekaligus menegaskan hubungan spiritual dan historis yang erat dengan pesantren-pesantren lain di Indonesia, termasuk Gontor.
Dari jalur dzuriyah ini pula, KH. Hamdani menikahkan cucunya dengan salah satu santrinya yang bernama KH. Khozini. Dari pernikahan tersebut, kemudian berdirilah Pondok Pesantren Al-Khoziny, yang secara geografis berjarak kurang lebih satu kilometer dari Pesantren Siwalanpanji. Hubungan ini menjadi bukti nyata kesinambungan sanad keilmuan dan perjuangan antara keduanya, serta menjadikan Al-Khoziny sebagai bagian dari mata rantai keilmuan pesantren yang tetap hidup hingga kini.
Dari rahim keilmuan inilah pesantren ini tidak hanya mencetak para ulama dan pendidik, tetapi juga menjadi saksi sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa. Di tempat ini pernah berlangsung pertemuan penting antara Presiden Soekarno, Bung Hatta, dan Bung Tomo yang kemudian melahirkan Laskar Hizbullah. Selain itu, Pesantren Siwalan Panji juga kerap menjadi lokasi pertemuan tokoh nasional masa revolusi seperti KH. Wahab Chasbullah, KH. Wahid Hasyim, KH. Idham Chalid, dan Buya Hamka.
Hingga kini, pesantren tetap menjadi salah satu pilar penting dalam membangun peradaban bangsa. Ia tidak hanya mencetak ulama, tetapi juga melahirkan pemimpin, pendidik, dan pejuang yang berkhidmat untuk agama serta tanah air. Pesantren adalah cermin ketulusan, kemandirian, dan pengabdian — citra luhur yang terus hidup dalam denyut sejarah Indonesia.
Momen Hari Santri Nasional (HSN) 2025 menjadi waktu yang tepat untuk kembali menegaskan peran pesantren seperti Siwalanpanji dalam sejarah panjang perjuangan bangsa. Di tengah arus modernitas, semangat keilmuan, keikhlasan, dan perjuangan yang diwariskan oleh para kiai dan santri harus terus dihidupkan, agar tetap relevan dalam menjawab tantangan zaman dan menjaga marwah keislaman yang rahmatan lil ‘alamin. (Fm)